Minggu, 30 Oktober 2011

My Sad Ending (Cerpen)

Karya : Sarah Eranissa Islamika
   Sang fajar mulai menunjukkan batang hidungnya, burung-burung memulai kicauan emasnya, orang-orang mulai berlalu lalang mengerjar waktu. Tetapi Sania masih saja bermalas-malasan dikasurnya yang penuh dengan buku pelajaran dan segala macam barang miliknya yang tergeletak tidak beraturan. Setiap pagi selalu seperti ini, hidupnya sudah kacau. Sania yang sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas sudah tidak pernah memikirkan pendidikannya. Yang ada dipikirannya hanyalah Rendy.
  Rendy adalah kekasih yang sangat dicintainya. Setahun yang lalu Rendy meninggal karena kecelakaan. Rendy dan Sania berbeda sekolah, dan setiap pulang sekolah Rendy selalu menyempatkan waktu untuk menjemput Sania. Namun, hari sial itu datang. Naas bagi Rendy, saat hendak menjemput kekasih tercintanya dia justru meregang nyawa karena bertabrakan dengan truk dari arah yang berlawanan.
  Sania selalu merasa bersalah, dia selalu berfikir bahwa yang menyebabkan Rendy meninggal adalah dirinya. ‘Mungkin kalau hari itu aku tidak meminta dijemput Rendy, mungkin sampai sekarang Rendy masih hidup, masih terus-terusan sama aku, masih bisa jagain aku’. Kalimat itu setiap hari selalu diucapkan Sania.
  Dalam seminggu Sania hanya masuk sekolah 2-3 hari. Dia menolak untuk sekolah, orangtuanya pun sudah lelah untuk memaksa Sania terus-terusan. Akhirnya Sania dibiarkan seperti itu, sekolah sesukanya.
  Diam dirumah adalah kesukannya. Dia tidak pernah keluar rumah selain untuk ke sekolah. Dia juga sudah memutuskan hubungan dengan teman-temannya. Sania merasa iri dengan teman-temannya yang mempunyai pacar, mereka dapat melihat dan menyentuh fisik pacarnya. Sedangkan Sania tidak bisa.
  Hari ini tepat setahun kematian Rendy, Sania memutuskan untuk melayat ke makam Rendy. Dan lagi-lagi dia tidak masuk sekolah. Dia merapikan kamarnya, dia berfikir pasti Rendy ada disekitarnya. Semuanya dirapikan dan ditaruh pada tempatnya. Sania pergi mandi dan memakai baju paling bagus agar Rendy melihat Sania dari sana dengan penuh senyum dan bahagia.
  Dengan wajah berseri-seri dia pergi ke makam sendiri, tanpa orangtua, sahabat, dan teman-temannya. Sania juga tidak bersama supirnya, dia mengendarai mobilnya sendiri. Ya, Sania hanya ingin berdua bersama Rendy. Tak lama kemudian Sania sampai di pemakaman tempat Rendy dimakamkan, Sania bergegas menuju makam Rendy. Sesampainya di makam Rendy, Sania duduk terpaku, dia diam tak berkata. Air matanya tak terbendung dan tumpah begitu saja. Dengan tersedu-sedu Sania menangis mengingat kembali setahun lalu dimana Rendy dimakamkan disitu.
  Sania menggerakkan tangan indahnya ke batu nisan makam Rendy, dia mengelus ngelus makam itu sambil berkata terbata-bata. ‘Ma.. Mana janji kamu? Kamu katanya mau nemenin aku terus-terusan? Mana ren? Aku kesepian tanpa kamu. Kamu kalo mau pergi dari aku jangan gini caranya’. Air mata Sania kemudian tumpah dan membasahi seluruh pipinya.
  Sania masih tidak percaya, kalau sudah genap setahun Rendy hilang dari sampingnya. Biasanya mereka berdua selalu bersama, saling bercengkrama, saling bertukar pengalaman, saling berbagi. Tapi sekarang semuanya harus Sania lakukan sendiri. Rendy sudah diambil oleh yang Maha Kuasa. Itulah takdir, takdir tidak dapat tolak oleh manusia. Semuanya harus diterima dengan lapang dada. Namun, Sania sampai saat ini masih belum bisa menerima takdir yang menimpa kekasihnya.
  Berjam-jam lamanya Sania berdiam di samping makam Rendy sambil terus menerus menangis. Sania berkata dengan nada tersedu-sedu
365 hari telah berlalu, kau meninggalkan ku....
Kau tidak meminta izin untuk pergi, kau pergi begitu saja...
Yang ku inginkan hanyalah mati...
Untuk apa aku hidup tanpa kamu...
Tak ingin makan dan tak minum itu sudah biasa...
Ini rasanya seperti mencekikku...
Aku harap ini hanyalah mimpi, dan secepatnya aku akan terbangun dari mimpi buruk ini...
 
  Rintik-rintik air hujan mulai membasahi pemakaman, dan juga membasahi diri Sania. Sania tak menggerakkan badannya sedikitpun untuk pergi berteduh, dia masih disamping makam Rendy dengan terus menerus mengelus-elus batu nisan. Badannya basah kuyup karena teguyur derasnya air hujan. Tiba-tiba ada sekelompok orang yang datang menghampiri Sania, Sania tidak menggubris sama sekali. Dan ternyata mereka semua adalah orang suruhan dari ayahnya Sania. Mereka diperintahkan untuk menjemput paksa Sania. Sania menolak mentah-mentah ajakan sekelompok orang itu. Dengan sangat terpaksa sekelompok itu menggendong Sania dan membawa Sania ke dalam mobil. Sania yang sudah lemas dan tidak berdaya hanya bisa pasrah, dia digendong satu orang kemudian menangis lagi.
  Di mobil dia tidak berbicara sama sekali, Sania menggigit gigit jarinya dan tak berhenti menangis. Dia terus menerus terngiang ngiang kenangan indah bersama Rendy dimasa lalu. Jalan pulang menuju rumahnya melewati sekolah Rendy. Sania hanya bisa diam terpaku melihat sekolah itu, dia langsung berhalusinasi ada Rendy di depan gerbang memakai payung dan memanggil-manggil namanya.
   6 bulan berlalu....
  Hidup Sania semakin tak karuan. Sekarang Sania sudah berhenti sekolah. Orangtuanya juga sudah lelah untuk mengurus anaknya yang hampir gila karena dibuat mabuk oleh takdir cinta yang kejam. Pergaulan Sania sudah semakin bebas. Keluar tengah malam bersama teman-temannya dan pagi pagi baru pulang. Gadis macam apa yang pulang dan pergi seenaknya seperti itu. Orangtua Sania hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Keadaan yang sudah terjadi dan mau tak mau harus diterima dan dihadapi.
   Sania juga berani merokok dirumah bersama-sama teman-temannya yang binal dan tak punya adab. Suatu hari, teman-teman Sania dengan sengaja merencanakan untuk bermain ke rumah Sania. Mereka ingin tahu bagaimana keadaan Sania setelah satu setengah tahun pasca kejadian naas yang menimpa Rendy dan diri Sania. Teman-teman Sania kaget tidak karuan. Mereka semua diam membisu saat melihat Sania merokok dihalaman rumahnya. Dengan sangat santai Sania memutar-mutar batang rokok dan kemudian menghisapnya dan membuang asapnya ke udara lepas. Sania tidak sadar kalau ada teman-temannya atau mungkin yang dianggap Sania mantan teman-temannya sedang memperhatikan dia, dengan segala kelakuan yang sangat tidak terpuji. Teman-teman Sania memilih pulang dan meninggalkan Sania begitu saja, mereka masih tidak percaya bahwa kejadian satu setengah tahun lalu itu membuat Sania mengalami banyak perubahan besar atau lebih tepatnya perubahan yang sangat besar.
   Malam itu malam minggu, Sania dan teman-temannya keluar jam delapan malam menuju sebuah klub malam didaerah Ibukota Jakarta. Dia pergi berdua dengan temannya menggunakan sepeda motor. Sesampainya disana Sania langsung berbincang bincang dengan temannya, kemudian Sania menarik salah satu tangan teman perempuannya. Mereka pergi dari keramaian dan pergi menuju ke tempat yang lebih sepi dan tenang. Mereka sudah seperti pasangan kekasih. Pasangan kekasih yang tidak wajar lebih tepatnya, karena mereka berdua perempuan. Bukan laki-laki dengan perempuan. Ya, memang benar Sania sekarang sudah menjadi seorang lesbian. Karena ke-frustasian dia, diapun bergaul dengan orang-orang yang lesbian. Alhasil Saniapun menjadi seorang lesbian. Dia mencintai seorang wanita yang bernama Gania. Gania masih duduk dibangku sekolah, wajahnya tidak terlalu buruk untuk dilihat, badannya pun tinggi semampai. Tapi dia mempunyai kelainan, dia tidak pernah menyukai laki-laki, yang dia suka adalah wanita.
   Sania dan Gania saling suka dan saling sayang satu sama lain. Mereka selalu berjalan berdua. Gelagatnya memang tidak mencurigakan, karena apabila didepan orang banyak mereka tidak terlalu menunjukkan kemesraan mereka. Kebiasaan yang paling sering mereka lakukan adalah jalan-jalan santai disore hari dan kemudian melihat matahari terbenam berdua.
   3 bulan berlalu, Sania dan Gania masih tetap bersama. Hingga suatu malam, malam itu malam minggu, atau lebih dikenal sebagai malam bagi para mereka yang memiliki pasangan. Sania berniat untuk jalan berdua dengan Gania. Sekitar jam delapan malam Gania menjemput Sania dirumahnya. Mereka mengendarai sepeda motor menuju sebuah klub malam didaerah Ibukota Jakarta. Disana mereka minum wine dan menari-nari dengan iringan lagu yang temponya cepat. Malam sudah semakin larut, Gania mengajak Sania untuk udahan menari-nari. Sania menurut, dan Gania membawa Sania ke pojok ruangan. Disana mereka berciuman, ya sungguh pergaulan bebas.
    Sania mengajak Gania untuk pulang. Awalnya Gania menolak karena malas untuk pulang, tapi Sania terus menerus memaksa Gania. Gania tetap tidak mau. Sania kesal, dia duduk sambil mengoceh tapi dengan suara yang sangat pelan. Tak lama kemudian Gania mengajak Sania untuk pulang. Tanpa pikir panjang Sania mau. Sebelum pulang kerumah Gania mengajak Sania berjalan jalan mengelilingi kota Jakarta. Melihat indahnya Ibukota Negara Jakarta dimalam hari. Sania mengangguk tanda berarti dia mau.
   Mereka mengelilingi seluruh kota Jakarta, Sania mulai kedingingan karena Gania mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Tiba-tiba motor oleng, dan dari lawan arah ada mobil dengan kecepatan tinggi juga menabrak motor Sania dan Gania. Karena tidak memakai helm dengan kerasnya kepala Sania langsung menghantam pembatas jalan. Gania beruntung dia masih memiliki helm, dan diapun hanya tersungkur tak berdaya diaspal. Tidak lama kemudian ambulance datang dan membawa Sania, Gania dan pengendara mobil tadi menuju rumah sakit terdekat. Sania, Gania dan pengendara mobil langsung diawa ke Unit Gawat Darurat. Yang paling parah lukanya adalah Sania. Gania hanya luka sedikit dibagian wajah, tangan dan kaki. Tak berapa lama Gania sadarkan diri dan menangis karena meihat Sania –wanita yang dicintainya— terdiam lemas tak berdaya dengan darah dimana mana. Gania mulai panik dan kemudian dokter keluar dan memberitahukan kalau Sania telah tiada.
   Diakhirat sana Sania bertemu dengan Rendy. Dia menangis dan berkata ‘Maaf karena aku telah mengkhianati cinta kamu dan cinta kita. Maaf, aku mulai frustasi karena kehilanganmu. Aku melampiaskannya dengan mencintai sesamaku. Tapi percayalah, tuk selamanya cintaku masih padamu, Rendy’.
–––SELESAI–––